Sate adalah kuliner paling demokratis di Indonesia. Tidak ada suku yang tidak mengenalnya. Dari Sate Lilit Bali, Sate Padang, Sate Madura, Sate Taichan, hingga Sate Maranggi — semua berbeda bumbu, tapi sama-sama disajikan dengan senyum dan api arang.
Fakta Unik Sate Nusantara
- Sate pertama kali tercatat dalam naskah Jawa kuno Seratt Centhini (abad ke-19) dengan nama “satai”.
- Sate Ayam Madura menggunakan bumbu kacang yang terinfluensiasi perdagangan Arab-Gujarat sejak abad 15.
- Sate Lilit Bali menggunakan ikan laut & bumbu basa genep — simbol penghormatan kepada laut.
- Sate Ambal (Kebumen) menggunakan tempe sebagai protein utama — bukti inovasi rakyat kecil.
Sate sebagai Diplomasi Rasa
Ketika Presiden Jokowi menyajikan sate untuk para pemimpin dunia di KTT G20 Bali 2022, ia sebenarnya sedang menjalankan gastrodiplomasi yang sudah dilakukan leluhur sejak zaman Majapahit. Pedagang Gujarat, Tiongkok, dan Arab yang singgah di pelabuhan Nusantara dulu langsung “jatuh cinta” setelah mencicipi sate dan membawanya ke negeri masing-masing.
“Sate adalah bahasa universal yang tidak butuh penerjemah.”
Kesimpulan
Di tengah perbedaan bumbu dan cara penyajian, sate mengajarkan kita satu hal: keberagaman justru membuat rasa semakin kaya. Satu tusuk bambu kecil itu ternyata mampu menembus batas suku, agama, dan pulau.
Sumber
- Heinzle, J. (2019). Sate in Indonesian Culture: From Street Food to National Identity. Indonesia and the Malay World, 47(139), 347–366. https://doi.org/10.1080/13639811.2019.1655521
- Larasati, D. (2021). Gastronomi dan Identitas Nasional Indonesia. Jurnal Kajian Bali, 11(2), 455–478. https://doi.org/10.24830/kajianbali.v11i2.512